PASAR SENI LUKIS INDONESIA 2009 DI SURABAYA

KIPRAH PELUKIS JAWA TENGAH DI PASAR SENI LUKIS INDONESIA 2009

Moses Foresto*

Pada tanggal 1 Mey 2009, Pasar Seni Lukis Indonesia Surabaya 2009 telah dibuka oleh Gus Ipul, Wakil Gubernur Jawa Timur. Pameran yang diikuti oleh lebih dari tiga ratus enam puluh pelukis dari tujuh propinsi itu berlangsung sukses, paling tidak demikianlah bagi para pelukis Jawa Tengah yang dipimpin oleh pelukis senior Wibowo Sanjaya.

PSLI Surabaya 2009

Meladeni Siswi Pengunjung PSLI 2009

Bertempat di Balai Pemuda, rombongan pelukis Jateng berjumlah empat puluh orang berasal dari Semarang, Salatiga, Kendal, Ambarawa, Ungaran, Boyolali, Demak, masing-masing mendapat stan yang apik dan nyaman. Tidak tanggung-tanggung, turut berpartisipasi antara lain pelukis-pelukis senior seperti Noehoni, Harianto, Auly Kastary, Danarso, Win Gottic, dan Ragil Supadi dari Semarang, Totok Setiabudi dan Agus Widodo dari Salatiga, Darto dari Boyolali, Kariman DS, H. Agus Salim, Eko “Dongeng” dari Ungaran, Asep Leoka dari Kendal, maupun angkatan lebih muda yang diwakili pelukis Condro, Slamet Pri, Wahyu Adi, Tulono, Basori, dan lain-lain.

Rombongan pelukis Jawa Tengah memang tampak lebih siap mengikuti pameran ini, berkat koordinasi yang baik antara Wibowo Sanjaya, sang koordinator rombongan dengan panitia penyelenggara. Datang dua hari sebelum pembukaan, ratusan lukisan segera terpajang rapi di sekitar enam puluhan stan pelukis Jawa Tengah sehari sebelum acara dibuka.

Sejak hari pertama karya pelukis Jawa Tengah mendapatkan apresiasi yang baik dari ribuan pengunjung yang memadati Pasar Seni Lukis Indonesia 2009 yang direncanakan berlangsung selama sepuluh hari, sampai tanggal 10 Mey 2009. Berturut-turut sejak pembukaan, keindahan hasil lukisan Hariyanto, Auly, Tejo, Deny, Agus Salim, Ragil, Agus Widodo, terjual laris dan memaksa pengunjung merogoh jutaan rupiah dari koceknya. Bahkan lukisan palet ukuran besar karya Auly Kastary langsung memikat Mari Elka Pangestu, Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu yang memborong tiga lukisan sekaligus. Menurut berita terakhir, lukisan-lukisan itu “Dipajang di kantor Ibu” demikian menurut salah satu sumber yang turut mendampingi Ibu Menteri. Tahun lalu pada event yang sama, dua perupa asal Jawa Tengah Auly Kastari, dan Asep Leoka, bersama perupa asal Surabaya Asri Nugroho, berkolaborasi mengabadikan wajah Pak Ci, panggilan Ciputra. Membanggakan, tentunya.

Sebagaimana pameran yang sama tahun lalu, karya yang ditampilkan pelukis Jawa Tengah terbukti masih tangguh menerobos pasar. Bukan hanya pasar Jawa Timur, beberapa galeri dari Jakarta dan kota besar lain pun terlihat aktif bertransaksi dengan para duta seni lukis Jawa Tengah. Karya pelukis Semarang yang didominasi aliran realis, sangat bervariasi baik dari aspek tema maupun teknik berkarya.Sebagaimana ciri khas konsep realisme, detil-detil objek diolah secara teliti. Misalnya lukisan perahu, baik bentuk badan perahu, linggi maupun layarnya benar-benar memperlihatkan detil yang apik. Gambar kerbau atau angsa pun memperlihatkan penguasaan dan penghayatan objek yang sungguh mendalam. Hewan dalam lukisan karya mereka benar-benar “berjiwa”, berkarakter dan beberapa di antaranya tampil teatrikal. Lukisan secara jelas memperlihatkan ketekunan, penghayatan dan pencurahan rasa serta teknik berekspresi, yang bahkan bagi penikmat awam pun mudah diapresiasi dan tak segan menghargainya dengan nilai layak. Tak urung, puluhan lukisan asal Jawa Tengah diboyong pembeli sejak hari-hari pertama.

Suasana akrab antar peserta terlihat jelas selama berlangsungnya Pasar Seni Lukis Indonesia 2009. Panitia penyelenggara yang dipimpin oleh Pak Anis terlihat siap dan profesional melayani seluruh peserta. Acara yang dimaksudkan sebagai ajang bertemunya pelukis dan pembeli (kolektor dan pihak galeri) ini jelas berhasil mencapai tujuannya, bahkan memberikan manfaat lebih luas lagi. Ajang ini juga menjadi sarana rekreasi warga Surabaya dan sekitarnya. Terbukti dari pengunjung yang umumnya adalah keluarga, membawa serta anak-anak. Para pelukis rajin memberikan penjelasan bagi para pengunjung, sadar bahwa mereka perlu mengedukasi untuk meningkatkan apresiasi. Bagi para peserta sendiri, ajang ini menjadi wadah belajar. Yang senior menjajagi kemampuan penetrasi pasar, sedangkan yang muda belajar dari cara seniornya beradaptasi dengan pasar tanpa harus kehilangan rasa dan idealismenya.

Pasar Seni Lukis Indonesia telah dicanangkan masuk menjadi salah satu ajang seni rupa nasional dengan kalender tahunan. Manfaatnya besar bagi dunia pariwisata Jawa Timur. Selama acara berlangsung tidak sedikit turis manca negara berkeliaran dari stan ke stan, datang perseorangan maupun rombongan dengan bus wisata. Menyimak keberhasilan pelaksanaan selama dua tahun berturut-turut, tidak musykil penyelenggaraan tahun depan akan lebih baik lagi. Kiranya hal tersebut dapat menjadi cerminan bagi kalangan seni di Jawa Tengah yang “anak-anaknya” telah terbukti sukses tampil dan diapresiasi dengan baik di kampung sebelah. Kapan kita selenggarakan di kampung sendiri?

* Penulis sendiri adalah salah satu peserta dalam ajang nasional ini.

KUMPULAN PUISI MOSES FORESTO JANUARI 2006

Lelah
Januari 2006

perut mulas, dingin
lutut bergetar, semua tak kuingin
sendiri, jauh-jauh

sepi adalah nikmat
sepi tak kunjung kudapat
gundah adalah sahabat
sahabatku hatiku
hatiku pengkhianat!

Merdeka si Budak
Januari 2006

Kala kepiting masuk jala
Tak lebih merdeka burung pipit di kolam
Tak beda aku di gelap buta
Kendati merdeka, tak lain budak dalam kelam

Si Kumbang
Januari 2006

Kumbang kepik di telapak daun
Kumbang bebas tak dapat turun
Sayap patah
Kumbang tua lelah payah

Kumbang pasrah rela berserah
Mata menyala memerah saga
Kaki bertaut tak lelah berpijak
Hujan deras tak lantas beranjak

Kupu-kupu dan Kunang-kunang
Januari 2006

Kupu-kupu lumpuh tersedu-sedu
Menahan rindu melawan jarak
Kunang-kunang menyala datang merayu
Menahan nafsu gelombang bergejolak

Binatang kau, binatang aku
Ku mau, kau pun hendak, tak perlu dalih
Kau dan aku diberiNya nafsu
Kau dan aku, harus memilih…

KataNya dan Kataku
Januari 2006

KataNya segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
Kataku aku percaya
Kataku aku mau ikut Dia
Katanya mari datang padaKu
Kataku dan beribu-ribu kali berkata-kata: aku mau ikut Kau!
Kataku dan ribuan kata lainnya: aku mau ikut Kau!
Sampai kapan aku hanya berkata-kata?

Sibuk Dengan Kulit
Januari 2006

Sibuk lagi, rusuh lagi
Bedak lagi, gincu lagi
Kulit berkoreng berkerak nanah kering
Bedak lagi, gincu lagi, tutupi semua!

Selapis lagi kain terindah
Sewarna lagi yang terbaik
Dalamku sesak
Lapisi lagi lapisi terus
Belitkan dusta terbaik
Bungkuskan kemunafikan
Jangan ada kejujuran
Tunggu meledak
Biarkan meledak
Hancur bersama

Miskin
Januari 2006

Tak punya apa-apa
Tak punya siapa-siapa
Tak punya dimana-mana
Tak punya alasan; untuk apa?

Segala kupunya
Semua kumau
Aku punya banyak tiada
Aku mau tak satu jua

Tiada itu tanpa berat
Lepas aku ditindih tak punya
Mau-mauku menjerat
Kaku keram tanpa rasa

Surat
Januari 2006

Surat dusta surat jumawa
Tinggi goyang doyong rebah
Merangkak merambat habis daya
Lutut lemah berlutut berdarah

Jatuh di becek, lumpur gelap berbatu
Bertopang di tanah licin berlumut, dagu terbanting, surat selamat
Tangan dimana, kaki tak mau tau, surat di tangan jerat di kaki
Surat terkepal, surat jadi bubur, sirna jumawa, tak jua terbantu

Ya, Benar
Januari 2006

Benar lagi, benar saja
Kumohon ampun, aku salah
Tebalkan lutut, tengadahkan tangan
Nyata aku, salah lagi

Sakit dididik itu
Lemah, lelah, mentah
Keras, hancur
Tinggi, ditebas
Jatuh, sakit

Berlutut, mendongak, menengadah
Tunduk, merunduk, beralas diri
Telentang, damai
Terbuka, sejahtera

Lalu, nanti?
Januari 2006

Kala itu indah
Kala itu bahagia
Engkau adil, aku tidak
Aku buta, Kau tidak
Lalu gelap, sirna

Kasat mata itu maya
Yang maya itu pernah nyata
Yang maya mengiris jiwa
Yang nyata membelah mata

Nyatanya, apa yang nyata?
Kala mata terpejam semua jadi maya
Kenyataan hanya sekejap mata, menyentak jantung
Kemayaan hanya sepanjang hidup, melukai hati

Ya
Januari 2006

ya… iya… iya… iya…
kutrima saja
diam pun iya
lari pun iya

kuasakah menolak? kuasakah merubah?
selangkah ke depan saja kutak tahu ‘kan kemana
isi hati diri pun tak kuasa kuatur
tanpa daya, ya…iya…iya…iya… saja!

Ampun, Jangan!
Januari 2006

ampun, jangan lagi!
biarkan kulari hilangkan diri
diam
sepi
hilang hati, hilang diri

beri aku waktu
beri aku harga
beri aku daya
secukupnya, hanya untuk tahu bahwa aku ada

Ingin
Januari 2006

Andaikata iya, jika aku semut
Andaikata iya, jika aku burung
Andaikata iya, akankah aku lebih bebas?
Andaikata iya, jika saja tidak

Bayangan Pikiran & Bayangan Diri
Januari 2006

Bayangan disiksa lebih menyiksa daripada siksaan
Bayangan makan lebih nikmat daripada makanan
Bayangan sedih lebih menyakitkan daripada sedih
Dalam jiwa yang gelap tak ada bayangan
Terangnya jiwa menampakkan hati

Bayangan jalan itu melelahkan
Bayangan arah itu menyesatkan
Bayangan jiwa itu menggilakan
Bayangan diriku memalukan! menjauhlah!

Aku hanya ingin gelap, dalam gelap aku ada
Aku tak ingin terang, dalam terang aku tiada
Gelap memberikanku banyak, semua kupunya
Terang mengambil semuanya, dalam terang semua tak kupunya

Gelap membunuhku, terang menghidupkan
Terang mengecewakan, menyatakan
Terang menampakkan, mencampakkan
Terang menjadikanku sampah! enyahlah!

Karena bayangan pikiran itu nyata…
Kala hati menuntut, kala hati terbuka
Dalam gelap atau terang

Karena bayangan diri itu semu…
Kala mata terbuka, kala terang menerpa
Hanya dalam terang

Semuanya semu dan semuanya nyata
Tak ada yang semu dan tiada yang nyata

Semu dan nyata hanya bertumpu pada makna