3 LUKISAN & 1 SERI ANTIFONI UNTUK PARLEMEN
Jika seluruh bentukan semiotika yang keluar dari hiruk-pikuk parlemen kita disatukan sebagai sebuah karya sastra, maka tanpa diduga sama sekali hasilnya adalah antologi yang unik dan indah.
Bahasa tubuh, clues, mimik teatrikal, komentar orang-orang terbaik pilihan rakyat itu menghibur dan nyaman sekali dinikmati. Yang jelas, berdayaganggu dahsyat karena mampu mengharubirukan peta kosmos besar dan kosmos kecil dengan segala harmoni hasil kompilasi berbagai ironi, menjadi komposisi dramatis.
Sayang seribu sayang, seandainya segala cumbu rayu, pelukan, makian desahan cinta dan 1001 macam ekspresi berahi para senator itu diibaratkan sebagai percintaan dahsyat dan panjang; “there’s almost no peaks at all…” apa artinya artinya paradoks berkepanjangan seakan menggapai puncak semu namun tak kunjung mencapai klimaks….
Inilah antifoni untuk parlemen, dalam “3 Lukisan dan 1 Antifoni”. Semua ini dilandasi kecintaan dan pengharapan besar, semoga tak ada yang sakit hati atau teriris. Semoga bermakna…..
“Einstein-Wannabe-Complex” (Moses Foresto, 2010, Acrylic emulsion on Canvas, 70cm X 90 cm) Terjual, Tq Q & O!
Antifoni 1.
“Einstein-Wannabe-Complex”
buru ilmu; serbu buku;
umbar nafsu; kupas, kuliti
bakar kaum guru; biarkan mereka mati lapar…
pandai lalu menyesat; semai lalu bejat;
semut berebut gelar; tercerabut terurai serabut nalar…
oh, mana Iwan Fals, teriaklah teriakkan lagi
bela kaum guru,
topang kaum yang “duduk-duduk sambil diskusi”
(semoga Pendidikan kian terdepankan)
“Parlementaria Hompimpa” (Moses Foresto, 2010, Acrylic emulsion on Canvas, 70cm X 90 cm)
Ah, karena dibuat dengan sedikit amarah, lukisan ini selesai dalam 5 menit. Tapi kaki-tanganku belepotan acrylic berhari-hari sebab harus membuat lukisan ini sambil hompimpa, menjejakkan telapak tangan dan menginjakkan telapak kakiku di atas kanvas serta wajah-wajah itu.
Antifoni 2.
“Parlementaria Hompimpa”
tak harus berotak, yang penting kompak tak berontak
hompimpa alaiyum gambreng…
hompimpa dulu, pilih warna yang bicara
yang penting sandiwaranya heboh dan berkesan tak senada,
sumbang dan tak seirama
hompimpa lagi, keputusan diundi
yang penting kita-kita tidak rugi,
pundi-pundi tetap berisi, jaminan kenyang sampai mati,
persetan dengan hajat anak-anak negeri…
(semoga sidang-sidang itu tak pura-pura & hasilnya nyata, tak ditutup dengan kompromi pepesan basi)
“Alas Kobong” (“Kebakaran Hutan”) (Moses Foresto, 2010, Acrylic Emulsion on Canvas, 70cm X 90cm) Sold.
“Alas Kobong” (“Kebakaran Hutan”)
(Satu sajak ajak dan pengaduan pada Gus Dur-ku)
Bukankah di gedung itu seharusnya tak ada lagi warna
Bukankah seharusnya hanya ada hitam dan putih
Hitam untuk kesepakatan semua warna
Putih untuk tak ada warna
Tak perlu lagi ungkapan:
Biru membumi, langit merah membara
Kuning adalah emas saat mulia dan tahi ketika membusuk
Hijau adalah kehidupan, coklat tanahnya
Jingga bepadu lembayung pengindah senja syahdu
dan jambon penggenit rona langit
Lupakan, lupakan…
Jika tak mampu berpaduserasi, hanguslah hanguskan
Biarlah yang tersisa hitam arang dan jelaga
Dan putih asap dan abunya
Oh… tolong… tolong mereka
Kalau saja Gus Dur ada, aku mau mengadu
Aku rindukan dekritmu
Tapi, Gus, buat apa membubarkan Taman Kanak-kanak?
Kita berikan saja mereka Guru
Jangan yang kejam bengis anarkis
Tapi yang lembut, yang dengan kata-kata mampu bikin mereka menangis
Kalau tidak, Gus bikin saja mereka kesurupan
Kerasukan rohmu agar mereka peka sekaligus buta,
peka nurani, hanya melihat dengan hati
tak lagi melihat-lihat warna
tak kenal lagi siapa kau, aku dan dia,
kecuali apa yang terbaik bagi negara
Ayo, datang lagi Gus,
rasuki satu di antara mereka, maka gedung parlemen bergemuruh penuh tawa bahagia
rasuki dua, maka kaum papa tertawa dengan perut kenyang
rasuki tiga, maka Malaysia tak lagi jumawa
rasuki empat, maka kita tak takut lagi pada kiamat
he he he, sudahlah Gus, nikmati saja tetirahmu di surga sana
biar kami tangani ini, sebab aku tahu
jawabmu atas aduanku “Gitu aja kok repot…”
(Semoga, parlemen tidak seperti alas kobong dan Gus Dur bahagia di surga mulia)
Ungaran, 7 Januari 2010
fantastic jobs, you are the man…. I praud of you as a friend. Good luck and god bless you all.
sebenarnya kita sedang berteriak,
meski hanya lewat warna dan kehalusan kata,
namun, akankah terdengar… ketika
mata dan hati mereka terkunci
pada kehalusan budi