“Dialektika Memburu Matahari” (Moses Foresto, 2010), Oil on Canvas, 70cm X 90cm.
DIALEKTIKA MEMBURU MATAHARI
Kaum Pengejek:
Lihatlah lihat, para pemburu mentari
Paksakan diri abaikan rasa
Mendesak asa lampaui jenjang diri
Tebar kuku maut abaikan nurani
Memburu matahari, mengejar nikmat
Abaikan selamat, lupakan hari
Kejarlah kejar wai pelaknat!
Usah jerih demi puncak mimpi
Burulah buru semua pemberian
Lupakanlah, lupakan Sang Pemberi
Sibukkan diri dengan ujian
Akankah lulus di akhir hari?
Kaum Pemburu:
Nafas memburu, menggelegak darah
Mendidih di urat nadi renta
Kini ku adalah tanah
Benarlah adanya, semua yang di bawah matahari adalah sia-sia
Hidup singkat, hanya sekali
Aku bukanlah penyia-nyia, tak mau pula tersia-sia
Diam atau berjuang, aku ‘kan mati
Biarlah meleleh raga, tak tersia-sia jiwa asalkan matiku menggenggam matahari
Gembala Kodok:
Kebenaran tak terbatas, namun harus dibatasi
Terbatas namun tak boleh terkucil
Kebenaran pasti teruji, namun jangan terkunci hasil uji
Sebab pandangan mata menipu dan pikiran tak pernah adil
Lurusnya garis dan indahnya warna takkan terlihat sama oleh setiap mata
Rasakanlah dengan hati, biarlah masing-masing hati memberi makna
Usah risau wai Kaum Pengejek, tak mengapa kalian abaikan mimpi
Usah galau wai Kaum Pemburu, tak mengapa kalian dewakan mimpi
Sebab kita manusia bebas memilih
Bebas berpikir dan meyakini
Tak harus masa lalu dan buku membuat jerih
Leluasa pula tersandung dan bangkit lagi
Sebab satu-satunya kebenaran yang pasti hanyalah Dia, Sang Pemberi
Sedang pemberiannya adalah kefanaan yang pastilah tak pasti,
Kecuali setiap jiwa, tercipta oleh kasih Ilahi
Untuk saling memberi dan menghargai…
Dari Kapal di Lereng Gunung Ungaran, Malam 17 agustus 2010
bait pada Gembala Kodok bagus banget Yes, terutama kalimat “Sebab pandangan mata menipu dan pikiran tak pernah adil”… good job Yes…
merdeka !
Tq banyak, Dha.