(Perjalanan Wajah dan Omongan Kentut, 2009, Oil on Canvas, 95cmX105cm)
PERJALANAN
Perjalananku, perjalanan tanpa tanpa arah, tanpa jalanan
Melangkah tak seirama, bermusuhan hati dan kaki
Kaki dituntun mata kanan
Hati dituntun nurani kiri
Perjalananku dihambat jiwa, disokong mimpi gersang
Langkahku dikerat sadar, dibokong racun manis
Menyusup ke dalam celah batu karang
Hapuskan dahaga di telaga darah amis
Perjalananku hanya omong kosong dan bolak-balik peran
Ceriwis dalam diam, melimpah sumpah serapah
Tekuk lutut ditelikung jaman
Lelah menopang lesakan gairah
Perjalananku tak berjejak, upaya melepas jarak
Tak berpijak tak bertindak
Usir diri, pasrah tanpa gerak
Lari menyerah, bebaskan rasa singkapkan watak
Leganya bebas berjalan itu
Sejahat bebas itulah aku
Berkumpul angin busuk di perut lalu kentut
Biarlah muntah semua yang terhasut
Sebab kentutku maut!
Perjalanku adalah perjalanan penuh kentut
Sebab mulutku tersumbat dendam kesumat
Mampat oleh berlaksa-laksa bejat
Karena wajahku di pantat, dan pantatku di muka
Tuut… broot… pret… kentutku adalah kata-kataku tanpa makna, menyerang semua mulut
Kata-kataku adalah kata-kata katatonik, jelas maknanya, busuk bunyinya
Jangan heran, sebab aku berpikir dan berkata-kata di balik kolor butut
(1+1)+1=4, (Moses Foresto), 2007, Oil on Canvas, 40cmX55cm)
CELOTEH TIGA RAJA
Raja Merak :
Akulah raja, rakyatku hamba
Aku raja, rajanya umat
Ikutilah kami, umatku beda,
Tirulah kami, rakyatku taat
Jazirahku sebaik-baiknya tanah
Tak bercacat tak bernoda
Rakyatku rakyat penyembah
Umatku umat percaya
Sebaik-baiknya warna, warna kami
Sebaik-baiknya tanah, tanah kami
Kami pemilih warna terbaik
Kami pemilik tanah terbaik
Hanya kami yang benar, lainnya salah
Hanya kami yang baik, lainnya sesat
Hanya kami yang boleh tegak, lainnya patah
Hanya kami yang suci, lainnya bejat,
Ikut, ikutlah kami, kalian kan selamat
Turuti kami, kalian tak kusesah
Tiru kami, puja-puji kau dapat, tunduk pada kami, kalian kusembah
Raja Tega :
Rakyatku rakyat bersih tanpa cemar
Umatku umat suci mulia
Aku raja, raja terbesar
Aku raja, rajanya surga manusia
Kaumku berdarah emas
Berak emas, kencing emas, muntah emas
Umatku umat suci
Tahinya wangi, kencingnya murni
Tak ada pilihan, kecuali kami
Tak ada jalan, hanya kami
Tak ada kata tidak
Tak boleh kami kau tolak
Jamah kami kau kubelah
Cegah kami kau kubakar
Marilah, mari sembah
Sesembahan kami paling benar
Ikut kami, kalian terlindung
Turut kami, kalian aman
Tolak kami, kalian kupancung
Semua yang tak serupa kami, setan!
Raja Kodok :
Groooook… grooook… ampun, wai raja-raja
Kami hanyalah kodok
Lahir tak bisa memilih rupa
Tercipta jadi kodok groook… groook…
Hidup di dua dunia
Dunia tahan, dunia air
Tumbuh di dua alam
Alam umat durjana, alam kaum pandir
Biarlah kami tetap kodok groook… groook…
Kami yang goblok, biarlah goblok
Goblok kami bukan karna memilih, terima saja, usah berdalih
Goblok manusia, manusianya sendiri memilih
Kita memang beda, tak bisa ditolak
Kau raja merak, jadilah merak
Kau raja tega, jangan beranjak
Usah berontak, usah mendesak
Kau raja merak dan kau raja tega
Tahi kita semua tetaplah tinja
Busuk tak terperi
Kalaulah emas, kalungi sendiri, kalaulah wangi, makanlah sendiri
Kau raja merak dan kau raja tega, urus istanamu sendiri,
Baikku, baikku, baikmu, baikmu
Telingaku memilih yang kudengar, mataku memilih yang kulihat
Aku kodok, tetaplah kodok, kau merak tetaplah merak
Raja Merak dan Raja Kodok :
Dan kau manusia tetaplah mulia
Biarlah sombong dan goblok milik kaum kami
Hakikatmu wai ciptaan utama, makhluk cendekia
Usah kau berbinatang diri
Kau berpikir, kami bernaluri
Tubuhmu purna indria, jiwamu jiwa mulia, Rohmu roh sempurna
Kau terlahir bersama hak memilih, kau pula menjalani
Kami tak kuasa beralih rupa, tak kuasa berbesar jiwa
SIKLUS
tertawa dengan lelehan air mata, masa lalu menyeruak benak
hidup-lahir-mati-dikubur-hidup, selamanya teratur
selamanya tertawa pongah atau malu dikipasi tahi
yang lalu bergerak maju, masa depan melangkah mundur
teratur membawa panah menuju diriku kini
hari ini biarlah diam menerima rajam
tiada terang, tak pula kelam
tanpa siang tanpa malam
hidup hanya senja, jelang berakhir waktunya dunia
peralihan hari kedua setelah pagi penuh warna
hidup hanya punya dua masa
pagi untuk lahir dan senja untuk tahir
KEMANA
rencana,
kemana?
berhenti tunduk menekuk, sibuk duduk-duduk, meringkuk, terpuruk
bekerja, bergiat
berserah, bergiat
mulaikan gerak, tegak menanjak, merombak, melonjak
buka mata, pasang sikap
lontarkan tangan,
tundukkan gerak, tegakkan tengkuk, sibakkan cambuk
urai, lepaskan
simpul di ujung buhul, gantung
lingkarkan di leher, pisahkan kepala, buang jauh ipuh di benak dari tubuh
Ungaran, Desember 2009
(INSOMNIA, 2009, palette, oil on canvas, 80X100cm)
insomnia
nyalang menatap malam
binatang garang merunduk kelam
meradang ditekuk alam
geram dibuai bintang
diam mengatup rahang
bergumam aku si jalang
mana yang lain?
sendiri dalam ragu
mencari-cari ketundukan
(Sekarang dan Seabad Kemudian, 2009, Oil on Canvas, 80cmX100cm)
SEKARANG DAN SEABAD KEMUDIAN
sekarang dan seabad kemudian
yang hidup tak lebih nyaman darikematian
berjenjang saling menyusul
dalam labirin bertangga
tanpa ujung, tanpa pangkal
(METAMORPH, 2007, oil on canvas, 80X100cm)
METAMORPH
dari lumut kerak, berjiwa
jadi tumbuhan, bercipta
jadi binatang, berasa
jadi manusia, berkarsa
Metamorfosis
Hidup adalah pergerakan
Hidup adalah perubahan
Gerakan dalam kefanaan
Berubah dalam pemaknaan
Bergerak tinggalkan segala yang semu
Berubah mencari makna baru
Duka nestapa adalah bumbu
Searah setujuan: Ciptaan Baru
Manusia baru tak lagi secitra yang lama
Hidup bukan sekedar menanti matinya raga
Hidup baru adalah hidup bermakna
Pabila hati hamba dituangi Sukma Pencipta
(MEMBATASI DIRI, 2008, trapesium frame, 120cmX 80cmX140cm, oil on canvas)
manusia yang hakekatnya terbatas
semakin rajin memagar diri
memasung kreativitas
untuk sebuah imaji
heran… menakjubkan!
(Kembang Setaman, 2007, paletted oil on canvas, 80X100cm,)
KEMBANG SETAMAN
indah nian bunga warna-warni
mekar nan wangi
menggugah taman nurani
di atas tahi dan ludah
(MENOPANG TUAN BESAR, 2009, 70X90cm, palette, oil on canvas)
Badai Bangkai Besar
Badai besar membawa sejuta bangkai
Bangkai-bangkai kata-kata manisnya tuan-tuan pejabat berpangkat busuk
Yang 2 tahun lupa sikat gigi karena sibuk memeras, menipu lalu tertawa
Bangga, sebab lagi-lagi bangkai-bangkainya menghasilkan uang
Untuk membengkakkan perut anak isterinya (dan gundiknya)
Yang tak pernah kenyang, kecuali cacing-cacing dan belatung di perut mereka
Untuk mengenyangkan atasanya yang bangga, terus memuji
Dan menaikkan pangkat bawahannya agar lebih berkuasa
Dan leluasa memeras
“ Jatah boss, mana jatah boss “ ujarnya sambil mengakhayalkan selingkuhanya
Lalu berseru di koran-koran : “ kami menangkap lagi seekor serigala”
Serigala kurus penuh kurap meringkuk,lalu mati ersenyum, geli.
Tikus gemuk tambun terus berpesta bersama sang boss,
Lalu sepakat berucap sama-sama : ” mari ciptakan badai-badai lain “
( Supaya cacing dan belatung di perut anak isteri mereka kenyang,
muntah dan meracuni mereka dengan sejuta macam penyakit )
(MELELEH, 2003, mix media on canvas, 60X80cm)
menegakkan jatidiri
semakin sulit
menegakkan bayangan
terlebih sulit
tegar, jangan ikut meleleh!
(Topeng Kemunafikan, 2009, 60X120cm, oil on canvas)
TOPENG KEMUNAFIKAN
Mana yang asli?
Mana yang palsu?
Semua asli, semua palsu
Semua munafik, semua baik!
(Upaya Bangkit, Oil on Canvas, 120cmX150cm)
UPAYA BANGKIT
lelaki gagah perkasa
pandai jumawa, melangkah merengkuh langit
melambung tinggi terjerat nikmat
jatuh terhempas ke bumi bersama birahi
terjerembab, meleleh sia-sia
menembus menyatu dunianya
mengaku, tunduk pada nafsunya
hanya satu jalan keluar
kembalilah pada Sang Pelukis Agung
yang mencipta pembuat lukisan ini
(Setan Timbangan, 2007, oil on Canvas, 80cmX100cm)
SETAN TIMBANGAN
ketika babi-babi maha rakus
berseragam batik halus
bekerjasama dengan gurita kemunafikan
memalsukan keadilan
hukum diberangus
pohon pengayoman hangus
tiada lagi tempat berlindung
kerangkeng penuh sesak, mengurung manusia-manusia yang tak mampu menebus…
kepastian hukum menjadi semakin pasti
sepasti transaksi di balik jubah hitam
sehitam kelam jiwa pemakainya
(TERHISAP/ SUCTION SUKCKS!, 2007, Oil on Canvas, 90cmX90cm)
TERHISAP/ SUCTION SUKCKS!
the journey of every man
passing through a time tunnel
tunnel of rings
rings of colors
colors of life
till the point of ending time
to meet the Great Creator
to be shown the true color has been choosen
along the journey
(KUDATARUNG/ HORSE FIGHT, 2007, Oil on Canvas, 80cmX100cm)
horse fight
would the end of our world be like a destroying fight
of the red silly horse versus white crazy horse…
where could we find comfort & peaceful mind
after loosing all the sense
(CAKRABUMI, 2007, Oil on Canvas, 105cmX105cm)
Cakrabumi
karena dunia adalah fana
waktu terus berjalan
angin bertiup
daun berguguran
manusia semakin busuk
saat hidup dan setelah mati
semakin hari
forever and ever till the end of time
(9 Perspektif Wanita, 2009, Oil on Canvas, 80cmX100cm)
9 PERSPEKTIF WANITA
diangkat dibanting dibekap dipuja-puji
disembah menyembah
mengabdi menjerumuskan menyayang menerima
terhitung tak ternilai
terlihat tak terasa
terasa tak dianggap
dianggap segalanya
segalanya tak dirasa
(SALIB DI TENGAH BADAI, 2008, mix media on canvas, 70X90cm)
SALIB DI TENGAH BADAI
kala banjir kemuliaan menerjang
kala banjir kehinaan mengngguncang
udara dipenuhi sihir dan khayalan
tetapkan salibNya berdiri
tegakkan kesaksian di dalam jiwa?
(USELESS SACRIFICE, 2007, palette, oil on canvas, 70X90cm)
USELESS SACRIFICE???
useless scarifice?
too many hopeless souls
too little the sacrifice?
what are we waiting for?
SELAMAT JALAN PAK’E
(Puisi untuk ayah tercinta, R. Widagdo Kadyopranoto)
Tenanglah Kini Hatiku, lantunan terakhir buat bapak
Tanganmu dipegang teguh, Tuhan Yesus besertamu
Detik demi detik, maut mendekat, bapak tak lemah tak jua lelah berserah
Ajal menjelang, Mazmur berkumandang
Sengat maut musnah sudah
Tebusan Yesus tunai punah
Kelemahan duniawi lalu
Kekuatan surgawi berlaku
Otot susut, tulang menonjol
Kristus berseri-seri di binar mata menahan nyeri
Ragamu mengkerut, sakit tak terperi
Dalam lemah kuasaNya kian nyata
Terimakasih, Tuhan Yesus, terimakasih ya Bapa Surgawi
Puji Syukur bagi Yesus, kau pakai bapak jadi saksi
Teladan pahlawan iman tak surut oleh deraan ragawi
Kemenangan iman hingga tarikan nafas terhenti
Takkan perlawanan berakhir hingga Yesus memanggil
Kuat berdiri hingga gerbang rumah Raja
Sejahtera kekal buah laku adil
Pahlawan kami kini di surga
SKETSA BUNDA
Bukan hanya darah tumpah…
Bukan hanya hati yang miris…
Bukan hanya resah gelisah…
Bukan hanya tawa dan tangis…
Ajaib kasih bunda
Tak terperi nikmat terasa
Ajaib balasan ananda
Tak terperi hujat durhaka
Ampuni hamba, masihkan ada masa
Tertebuskah segala dosa?
Inginku tetirah di telapak kaki bunda
Kuyakin masih ada surga di sana
KEBANGGAAN
Terimakasih Tuhan Yesus, aku bahagia… aku bangga akan Engkau
Artiku tiada, maknaku tiada, kecuali Engkau
Layak aku lenyap, layak aku tiada, adaku hanya karena Kau
DuniaMu lebih pantas tanpaku
Terimakasih untuk dukacita dariMu, s’bab sejahteraku sejati olehMu
Melimpah energi abadi, mana? Minta! Minta! Beri aku Tuhanku, berilah sedikit untukku
Dustaku mati, kenapa aku mesti ikut mati?
Kenapa ku lari? Terus membeku dan tak peduli?
Lentera hidup, tanah bergerak
Pelita hati, batu karang retak
Mentari jiwa, jam berdetak
Mata tertutup, kepalaku meledak. Cemar!
AMIN, TERJAWAB
Waktunya tepat!
Jumlahnya benar!
Tekunku salah …
Sabarku hilang …
Perihal terjawab, adalah kesiapan hatiku
Perihal tepat, adalah penyerahanku
Perihal mendapat, adalah ucapan syukurku
Perihal kepastian, adalah Engkau, sukacitaku
Ampun… ya ampun …
Aku yang menunda, aku pula menunggu
Saat terjawab kala ku bergegas pergi
Ternyata, oh Tuhan, ya… ampun… ampun…
KUSTA DAN BUTA
Aku si kusta dan aku si buta
Bukannya aku belum dijamah hingga sembuh
Sudah aku sembuh…
Sudah pula kudiberkati …
Sembuh membuatku najis…
Berkat membuatku buta …
Tahir membuatku sombong …
Melihat membuatku sesat …
PEMULIHAN
Melesak, menggebu, menggelegak
Menanti panen meledak dosa disemai
Berbunga berbuah hidangan mata jiwa
Daki menyusupi pori-pori
Sumbang nyanyian nurani
Batin merintih, kalah
Meletup mendidih, mendera amarah
Sejahteraku mati tak lagi suci
Pedih perih sayatan di biji mata
Berayun martil menghantam pelipis
Tak lagi tangguh berjaga di gerbang
Minyak kemana? pelita remuk
Tabah mendekat api
Sampah terbakar, ngengat dimurnikan tanpa sayap
SALEH KAIN GOMBAL
Kami yang suci berlutut berderet-deret menyebut namaMu
Air mata berlinang namaMu dikenang
Ooohhh inilah kami yang alim dan saleh…
Kami memuji, kompak dan merdu …
Kami lah pembersih gerejaMu
Kami lah saksi-saksiMu
Jiwa kami lapar mengais sampah
Saatnya berebut tahi dengan anjing dan lalat
Apa itu keselamatan? Apa itu kelaparan?
Lapar itu perih, hina itu biasa
Sumpah serapah itu pujian yang jujur
Jika pagi ini tak binasa, selamat sudah sehari
DIALOG DENGAN NURANI
Hey, aku. Ya, kau. Kau bejana rusak, memalukan!
Aku, kau memang tak berguna
Kau, jangan aku memaki aku lagi
Aku, kenapa kau tak mengaku?
Kau, baiklah aku mengaku, kau jadi saksiku
Baik, aku memang memalukan, lalu apa mauku, kau?
Bukan, kaulah mauku.
Baik, kita memang duet serasi
Tidak, kau harus dihancurkan dulu
Duet kita tak pernah lengkap
Berdua takkan mampu
Hanya kau yang adalah aku, dan aku yang adalah kau
Tak cukup, harus ada Dia agar bejana kita jadi
GAYA TARIK SURGA
Hidupku dalam gaya tarik bumi
Melawan, melangkahkan kaki ke atas
Jatuh jauh kakiku melangkah terus
Oh, gravitasi bumi…
Mana gravitasi surga …
TAHUKAH AKU, KETAHUILAH OLEHMU
Seandainya kupunya otak, kan kubor kepalaku
Seandainya kupunya nyali, kusuntikkan ke dalam hatiku
Kutanam dalam-dalam di kepala dan hatiku
Bahwa kupercaya kepadaMu
(Sayangnya, aku bodoh dan tak bernyali…)
Daud melayangkan matanya ke gunung-gunung
Daud tahu pertolongan datang dariMu
Daud tahu, aku pun tahu
Daud percaya, aku pun percaya
(Sayangnya, Daud berani dan aku gentar)
Pada tahtaMu saja aku berharap
Jangan lagi aku bodoh
Berikan aku nyali
Jadikan aku berani, tak gentar meniru Daud
BUSUK DAN MUNAFIK; ITULAH AKU!
Tanpa syarat dan tanya
Tanpa logika tanpa andai-andai
Terima semua tanpa menduga
Siapakah manusia?
Kardus bekas sisikan sampah
Tambahkan air comberan dan perut ikan busuk
Bungkus dengan jubah ungu
Selimuti lenan bertanda salib
Ooohhh… pembungkusku indah mewah
Tampaknya harum mewangi terang gemerlap
Mendebarkan hati menggugah rasa
Maju, majulah pahlawan kebanggaan dunia
Bujuklah semua, busukkan semua
Buahi semua, sengat semua
Perbanyak nanah, perbesar luka
Panggil bangkai lainnya
Terus, larilah lari
Lelah kaki seret lutut
Biarkan terluka
Teruslah menjauh, cobalah terus menjauh!
Yesus takkan menyerah
Yesus pasti datang menjamah
Pasti sembuh
Pasti selamat.
KUMPULAN PUISI 2006
Lelah
Januari 2006
perut mulas, dingin
lutut bergetar, semua tak kuingin
sendiri, jauh-jauh
sepi adalah nikmat
sepi tak kunjung kudapat
gundah adalah sahabat
sahabatku hatiku
hatiku pengkhianat!
Merdeka si Budak
Januari 2006
Kala kepiting masuk jala
Tak lebih merdeka burung pipit di kolam
Tak beda aku di gelap buta
Kendati merdeka, tak lain budak dalam kelam
Si Kumbang
Januari 2006
Kumbang kepik di telapak daun
Kumbang bebas tak dapat turun
Sayap patah
Kumbang tua lelah payah
Kumbang pasrah rela berserah
Mata menyala memerah saga
Kaki bertaut tak lelah berpijak
Hujan deras tak lantas beranjak
Kupu-kupu dan Kunang-kunang
Januari 2006
Kupu-kupu lumpuh tersedu-sedu
Menahan rindu melawan jarak
Kunang-kunang menyala datang merayu
Menahan nafsu gelombang bergejolak
Binatang kau, binatang aku
Ku mau, kau pun hendak, tak perlu dalih
Kau dan aku diberiNya nafsu
Kau dan aku, harus memilih…
KataNya dan Kataku
Januari 2006
KataNya segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
Kataku aku percaya
Kataku aku mau ikut Dia
Katanya mari datang padaKu
Kataku dan beribu-ribu kali berkata-kata: aku mau ikut Kau!
Kataku dan ribuan kata lainnya: aku mau ikut Kau!
Sampai kapan aku hanya berkata-kata?
Sibuk Dengan Kulit
Januari 2006
Sibuk lagi, rusuh lagi
Bedak lagi, gincu lagi
Kulit berkoreng berkerak nanah kering
Bedak lagi, gincu lagi, tutupi semua!
Selapis lagi kain terindah
Sewarna lagi yang terbaik
Dalamku sesak
Lapisi lagi lapisi terus
Belitkan dusta terbaik
Bungkuskan kemunafikan
Jangan ada kejujuran
Tunggu meledak
Biarkan meledak
Hancur bersama
Miskin
Januari 2006
Tak punya apa-apa
Tak punya siapa-siapa
Tak punya dimana-mana
Tak punya alasan; untuk apa?
Segala kupunya
Semua kumau
Aku punya banyak tiada
Aku mau tak satu jua
Tiada itu tanpa berat
Lepas aku ditindih tak punya
Mau-mauku menjerat
Kaku keram tanpa rasa
Surat
Januari 2006
Surat dusta surat jumawa
Tinggi goyang doyong rebah
Merangkak merambat habis daya
Lutut lemah berlutut berdarah
Jatuh di becek, lumpur gelap berbatu
Bertopang di tanah licin berlumut, dagu terbanting, surat selamat
Tangan dimana, kaki tak mau tau, surat di tangan jerat di kaki
Surat terkepal, surat jadi bubur, sirna jumawa, tak jua terbantu
Ya, Benar
Januari 2006
Benar lagi, benar saja
Kumohon ampun, aku salah
Tebalkan lutut, tengadahkan tangan
Nyata aku, salah lagi
Sakit dididik itu
Lemah, lelah, mentah
Keras, hancur
Tinggi, ditebas
Jatuh, sakit
Berlutut, mendongak, menengadah
Tunduk, merunduk, beralas diri
Telentang, damai
Terbuka, sejahtera
Lalu, nanti?
Januari 2006
Kala itu indah
Kala itu bahagia
Engkau adil, aku tidak
Aku buta, Kau tidak
Lalu gelap, sirna
Kasat mata itu maya
Yang maya itu pernah nyata
Yang maya mengiris jiwa
Yang nyata membelah mata
Nyatanya, apa yang nyata?
Kala mata terpejam semua jadi maya
Kenyataan hanya sekejap mata, menyentak jantung
Kemayaan hanya sepanjang hidup, melukai hati
Ya
Januari 2006
ya… iya… iya… iya…
kutrima saja
diam iya, lari pun iya
kuasakah menolak? kuasakah merubah?
selangkah ke depan saja kutak tahu ‘kan kemana
isi hati diri pun tak kuasa kuatur
tanpa daya, ya…iya…iya…iya… saja!
Ampun, Jangan!
Januari 2006
ampun, jangan lagi!
biarkan kulari hilangkan diri
diam
sepi
hilang hati, hilang diri
beri aku waktu
beri aku harga
beri aku daya
secukupnya, hanya untuk tahu bahwa aku ada
Ingin
Januari 2006
Andaikata iya, jika aku semut
Andaikata iya, jika aku burung
Andaikata iya, akankah aku lebih bebas?
Andaikata iya, jika saja tidak
Bayangan Pikiran & Bayangan Diri
Januari 2006
Bayangan disiksa lebih menyiksa daripada siksaan
Bayangan makan lebih nikmat daripada makanan
Bayangan sedih lebih menyakitkan daripada sedih
Dalam jiwa yang gelap tak ada bayangan
Terangnya jiwa menampakkan hati
Bayangan jalan itu melelahkan
Bayangan arah itu menyesatkan
Bayangan jiwa itu menggilakan
Bayangan diriku memalukan! menjauhlah!
Aku hanya ingin gelap, dalam gelap aku ada
Aku tak ingin terang, dalam terang aku tiada
Gelap memberikanku banyak, semua kupunya
Terang mengambil semuanya, dalam terang semua tak kupunya
Gelap membunuhku, terang menghidupkan
Terang mengecewakan, menyatakan
Terang menampakkan, mencampakkan
Terang menjadikanku sampah! enyahlah!
Karena bayangan pikiran itu nyata…
Kala hati menuntut, kala hati terbuka
Dalam gelap atau terang
Karena bayangan diri itu semu…
Kala mata terbuka, kala terang menerpa
Hanya dalam terang
Semuanya semu dan semuanya nyata
Tak ada yang semu dan tiada yang nyata
Semu dan nyata, hanya bertumpu pada makna
Serahkan makna pada rasa, biarkan hati yang bicara
Karena ternyata pikiran itu menipu…
(Along my journey 2006, Jakarta, Bandung, Banjarmasin, Palangkaraya, Puruk Cahu, Ungaran, Nusa Dua)