Setelah menimbang berbagai aspek, akhirnya saya memilih lukisan “Forced to be One-voiced” (Perjalanan Wajah dan Omongan Kentut) dan “Cakrabumi” untuk diikutkan pada pameran A(rt)SEM 2010, yang akan diadakan mulai 10 Desember 2010 sampai 31 Januari 2011 di Semarang.
Judul lain lukisan ini adalah “Perjalanan Wajah dan Omongan Kentut”. Lukisan ini berkisah tentang Pemilu 2009 di Indonesia. Wajah para tokoh berjalan-jalan kemana-mana di baliho, kaos, kalender, stiker, dan lain-lain. Sementara para juru kampanye sang tokoh, berpidato mengumbar janji dan memuji-muji tokoh junjungannya.
Sementara lukisan kedua berthema kesadaran akan kefanaan dan kekurangan diri sendiri, berangkat dari sebuah puisi berjudul sama.
karena dunia adalah fana
waktu terus berjalan
angin bertiup
daun berguguran
manusia semakin busuk
saat hidup dan setelah mati
semakin hari
forever and ever till the end of time
Kedua lukisan ini saya pilih agar sesuai dengan maksud diadakannya art-event ini. Mengutip ulasan Panitia & penggagas yang saya tangkap sebagai pokok pikiran utama A(rt(SEM 2010, sebagai berikut:
“… Tak hanya menyuguhkan hasil visual, terpenting juga mengelola proses gagasan hingga pencapaiannya.
Dengan seni mendampingi kebaruan yang terus berkembang. Aktif bersinggungan dengan public beserta pembacaan akan konflik didalamnya. Konflik ini diartikan sebagai perbedaan pola pikir manusia dalam upaya melahirkan kebaruan. Disisi lain konflik bisa berakibat fatal berbentuk anarki. Kondisi tersebut sering kita saksikan diberbagai media, baik lokal maupun internasional. Walau menurut perjalanan ideologi, anarki adalah kewajaran proses menuju kebaruan, sebagai warga yang berbudaya, kiranya lebih baik berupaya sesingkat mungkin memiliki kesadaran menuju hidup harmonis. Harmonis adalah kebiasaan publik yang bisa dilanggengkan. Selain sebagai solusi hidup damai, juga sebagai identitas berbentuk local culture semisal bagi sebuah kota. Semarang dengan multikultural etnis adalah contoh dalam hidup secara harmonis. Boleh beragam tidak untuk diseragamkan. Demi kenyamanan hidup, terbuka dengan menghargai segala macam perbedaan.”
Ungaran, 20 Nopember 2010